Gibran Digugat Bayar Ganti Rugi Rp125 Triliun

Penggugat ijazah Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, Subhan Palal, menyampaikan keberatan dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (22/9).

Ia mempermasalahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang mengubah status pendidikan terakhir Gibran yang diunggah di laman resmi KPU.

Dalam sidang itu, Subhan menyampaikan pada majelis hakim bahwa KPU sebagai tergugat II mengubah status pendidikan terakhir Gibran dalam laman tersebut. Semula, tertulis dengan ‘Pendidikan Terakhir’, dan saat ini telah diubah menjadi ‘S1’

“Kami mengajukan keberatan karena T2 mengubah bukti. Saat kami melakukan gugatan itu riwayat pendidikan akhir T1 (Gibran) itu ‘Pendidikan Terakhir’, saat ini diganti jadi ‘S1’,” kata Subhan dalam sidang.

Mendengar keberatan itu, hakim pun mencatatnya. Adapun, sidang gugatan pun kini memasuki tahap mediasi. “Karena sekarang sudah proses mediasi, pernyataan majelis tadi cukup ya,” kata ketua majelis hakim Budi Prayitno, dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (22/9).

Mediasi merupakan satu tahapan yang harus dilalui dalam proses sidang gugatan perdata. Dalam perkara ini, hakim Sunoto ditunjuk sebagai mediator oleh majelis hakim dan disepakati oleh penggugat dan para tergugat.

“Kemudian, apabila terjadi kesepakatan, akan dituangkan ke kesepakatan perdamaian,” kata hakim.

Setelah proses mediasi selama 30 hari, barulah sidang akan kembali dibuka. Adapun, proses mediasi akan dimulai pada Senin (29/9) pekan depan. “Sidang selanjutnya kami akan buka setelah mendapat laporan dari hakim mediator,” kata hakim.

Sebelumnya, sidang gugatan perdata sebesar Rp 125 triliun terhadap Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka ini sempat ditunda selama dua kali. Teranyar karena Kartu Tanda Penduduk (KTP) milik Gibran tak dilampirkan dalam sidang sehingga majelis hakim meminta agar dokumennya dilengkapi.

Sidang sebelumnya juga ditunda karena Subhan Palal keberatan atas Gibran yang diwakili jaksa pengacara negara. Atas keberatan penggugat itu, sidang diagendakan ulang menjadi Senin (15/9).

Subhan melayangkan gugatan ini karena riwayat pendidikan Gibran tak sesuai dengan aturan di Indonesia. Ia menjelaskan isi gugatan yang dilayangkannya pada dasarnya karena ijazah SMA yang dimiliki Gibran tak sesuai dengan aturan menjadi calon wakil presiden.

Penggugat juga menggugat Komisi Pemilihan Umum (KPU). Total nilai gugatan dalam perkara ini mencapai Rp 125 triliun.

Penggugat ijazah Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, Subhan Palal, menyampaikan keberatan dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (22/9).

Ia mempermasalahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang mengubah status pendidikan terakhir Gibran yang diunggah di laman resmi KPU.

Dalam sidang itu, Subhan menyampaikan pada majelis hakim bahwa KPU sebagai tergugat II mengubah status pendidikan terakhir Gibran dalam laman tersebut. Semula, tertulis dengan ‘Pendidikan Terakhir’, dan saat ini telah diubah menjadi ‘S1’

“Kami mengajukan keberatan karena T2 mengubah bukti. Saat kami melakukan gugatan itu riwayat pendidikan akhir T1 (Gibran) itu ‘Pendidikan Terakhir’, saat ini diganti jadi ‘S1’,” kata Subhan dalam sidang.

Mendengar keberatan itu, hakim pun mencatatnya. Adapun, sidang gugatan pun kini memasuki tahap mediasi. “Karena sekarang sudah proses mediasi, pernyataan majelis tadi cukup ya,” kata ketua majelis hakim Budi Prayitno, dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (22/9).

Mediasi merupakan satu tahapan yang harus dilalui dalam proses sidang gugatan perdata. Dalam perkara ini, hakim Sunoto ditunjuk sebagai mediator oleh majelis hakim dan disepakati oleh penggugat dan para tergugat.

“Kemudian, apabila terjadi kesepakatan, akan dituangkan ke kesepakatan perdamaian,” kata hakim.

Setelah proses mediasi selama 30 hari, barulah sidang akan kembali dibuka. Adapun, proses mediasi akan dimulai pada Senin (29/9) pekan depan. “Sidang selanjutnya kami akan buka setelah mendapat laporan dari hakim mediator,” kata hakim.

Sebelumnya, sidang gugatan perdata sebesar Rp 125 triliun terhadap Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka ini sempat ditunda selama dua kali. Teranyar karena Kartu Tanda Penduduk (KTP) milik Gibran tak dilampirkan dalam sidang sehingga majelis hakim meminta agar dokumennya dilengkapi.

Sidang sebelumnya juga ditunda karena Subhan Palal keberatan atas Gibran yang diwakili jaksa pengacara negara. Atas keberatan penggugat itu, sidang diagendakan ulang menjadi Senin (15/9).

Subhan melayangkan gugatan ini karena riwayat pendidikan Gibran tak sesuai dengan aturan di Indonesia. Ia menjelaskan isi gugatan yang dilayangkannya pada dasarnya karena ijazah SMA yang dimiliki Gibran tak sesuai dengan aturan menjadi calon wakil presiden.

Penggugat juga menggugat Komisi Pemilihan Umum (KPU). Total nilai gugatan dalam perkara ini mencapai Rp 125 triliun.

jakarta – Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) digugat secara perdata dan diminta membayarkan uang ganti rugi sebesar Rp125 triliun dan Rp10 juta kepada negara. Hal ini tercantum dalam petitum gugatan perdata yang diajukan oleh seorang warga sipil bernama Subhan.

“Menghukum Para Tergugat secara tanggung renteng membayar kerugian materiel dan imateriel kepada Penggugat dan seluruh Warga Negara Indonesia sebesar Rp125 triliun dan Rp10 juta dan disetorkan ke kas negara,” tulis isi petitum yang dikonfirmasi oleh Jubir II PN Jakpus, Sunoto, Rabu (3/9/2025).

Sebabnya, Gibran dan KPU dinilai telah melakukan perbuatan melawan hukum karena ada beberapa syarat pendaftaran calon wakil presiden (cawapres) yang dahulu tidak terpenuhi. Dirut BUMN Disebut Terlibat dalam Dugaan Politik Uang PSU Kota Banjarbaru Artikel Kompas.id Untuk itu, Subhan selaku penggugat meminta agar majelis hakim yang mengadili perkara ini untuk menyatakan Gibran dan KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum. Baca juga: Gibran Digugat Perdata di PN Jakpus Gara-gara Syarat Daftar

Cawapres Minta hakim nyatakan status Gibran tidak sah Subhan juga meminta agar majelis hakim menyatakan status Gibran saat ini sebagai Wapres tidak sah. “Menyatakan Tergugat I tidak sah menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia periode 2024-2029,” tulis petitum ini.

Dalam petitumnya, Subhan juga meminta majelis hakim untuk memerintahkan negara untuk melaksanakan putusan ini walaupun nantinya ada proses banding atau kasasi yang diajukan oleh para tergugat. “Menghukum Para Tergugat secara tanggung renteng untuk membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp100.000.000 (seratus juta Rupiah) setiap hari atas keterlambatannya dalam melaksanakan Putusan Pengadilan ini,” ujar petitum lagi.

Berdasarkan penelusuran di Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, gugatan perkara ini sudah terunggah dengan nomor perkara 583/Pdt.G/2025/PN Jkt.Pst. Perkara ini disebutkan didaftarkan pada Jumat (29/8/2025) lalu. Sementara, sidang perdana untuk gugatan ini akan dilaksanakan pada Senin (8/9/2025). Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *